Fenomena guru terperangkap pinjaman online ilegal menjadi sorotan tajam, mengungkap ironi di balik profesi mulia yang seharusnya mencerdaskan bangsa. Data mengejutkan dari survei No Limit Indonesia pada tahun 2021 menunjukkan bahwa guru mendominasi sebagai korban pinjol ilegal, mencapai 42 persen. Angka ini jauh melampaui korban PHK (21 persen) dan ibu rumah tangga (18 persen). Artikel ini akan melakukan investigasi mendalam mengenai dalih miris di balik mengapa guru terperangkap pinjaman online ilegal, serta faktor-faktor penyebabnya.
Faktor utama yang menjadi pemicu guru terperangkap pinjaman online ilegal adalah tingkat kesejahteraan yang masih memprihatinkan, khususnya bagi guru honorer. Banyak guru honorer hanya menerima gaji sekitar Rp 300.000 per bulan, bahkan ada yang kurang dari angka tersebut. Jumlah ini sangat tidak sebanding dengan kebutuhan hidup di tengah tingginya harga barang dan jasa, bahkan untuk kebutuhan dasar seperti pulsa dan listrik.
Kondisi ini sangat kontras dengan alokasi dana pendidikan yang besar dari APBN. Misalnya, alokasi dana 20 persen dari APBN 2024 mencapai lebih dari Rp 660 triliun. Namun, skeptisisme muncul mengenai apakah kesejahteraan guru honorer akan ikut terangkat secara signifikan. Hingga saat ini, belum ada aturan daerah yang mewajibkan sekolah memberikan gaji guru honorer setara dengan Upah Minimum Regional (UMR) provinsi. Guru honorer, meskipun berijazah sarjana keguruan, seringkali dipandang dengan status yang lebih rendah daripada buruh kasar.
Faktor kedua yang turut berperan adalah tingkat literasi keuangan guru yang belum memadai, terutama terkait seluk-beluk pinjaman online ilegal. Banyak guru yang tidak memahami konsekuensi buruk yang akan mereka hadapi ketika melakukan transaksi pinjaman di aplikasi tidak resmi ini. Kurangnya pemahaman ini membuat mereka rentan terhadap modus operandi pinjol ilegal yang licik, seperti bunga yang mencekik, denda harian yang membengkak, hingga penyebaran data pribadi.
Kasus pinjol yang menimpa seorang guru honorer di Semarang pada tahun 2021 menjadi contoh tragis. Awalnya meminjam Rp 3,7 juta, pinjaman tersebut membengkak hingga Rp 209 juta. Ironisnya, guru tersebut hanya meminjam di satu aplikasi, namun tanpa disadari aplikasinya terhubung dengan enam aplikasi pinjol ilegal lainnya, sehingga ia terjerat dalam lingkaran utang yang tak berujung. Kisah pilu semacam ini masih banyak terjadi di seluruh Indonesia.
Mayoritas guru yang menjadi korban pinjol ilegal adalah mereka yang berstatus honorer, sementara guru ASN bersertifikasi relatif lebih makmur. Ini menunjukkan bahwa perbaikan kesejahteraan guru honorer adalah langkah fundamental. Selain itu, peningkatan literasi keuangan melalui edukasi yang masif dan terstruktur sangat dibutuhkan. Pemerintah dan lembaga terkait perlu bekerja sama untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang bahaya pinjol ilegal, cara mengidentifikasinya, dan saluran pinjaman resmi yang aman. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi guru terperangkap pinjaman online ilegal di masa mendatang.
